Workshop Training of Trainer Mengkolaborasi Wayang Beber agar lebih dikenal oleh Generasi era Milenial

Dewasa ini, masyarakat mulai melupakan tradisi lokal yang sejatinya “penuh” akan nilai-nilai keluhuran sebagai identitas bangsa. Salah satunya adalah wayang yang mengalami banyak metamorfosis setiap periodenya. Bagaimana perjalanan perubahan nilai-nilai wayang? Bagaimanakah nilai-nilai keluhuran yang bertransformasi didalamnya?

WAYANG PADA PERIODE ANIMISME DAN DINAMISME

Dalam seputar studi penelitian wayang, bermacam-macam budayawan dan cendekiawan yang berusaha menganalisis semua hal yang berhubungan dengan wayang. Hasil analisis pun terdapat banyak persamaan akan tetapi tidak sedikit yang saling silang pendapat. Akan tetapi dari persamaan hasil studi para budayawan dan cendekiawan tersebut mengatakan bahwa wayang sudah ada dan berkembang sejak zaman kuno, sekitar tahun 1500 SM,jauh sebelum agama dan budaya dari luar masuk ke Indonesia.

Wayang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang paling tua. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk akan adanya pertunjukkan wayang, yaitu yang terdapat dalam sebuah prasasti dengan tahun 907 M.Dimana prasasti itu menjelaskan adanya pertunjukkan wayang pada masa tersebut.Sebagai pertunjukkan yang bersifat religius, wayang merupakan sebuah ungkapan upacara keagamaan masyarakat Jawa yaitu, animisme dan dinamisme.

Ketika alam adalah kunci kepercayaan dasar masyarakat, seperti kekuatan para pendahulu atau nenek moyang.Kekuatan yang ada diluar diri kemampuan manusia menjadi bentuk sebuah kepercayaan dan keyakinan.Bentuk keyakinan atau kepercayaan tersebut ditampilkan dalam berbagai macam pertunjukkan wayang sehingga mudah diterima dan difahami sebagian besar masyarakat.

SEMUA BENDA MEMBAWA “KEKUATAN”

Bagi masyarakat yang menganut faham animisme dan dinamisme, meyakini bahwa semua benda itu bernyawa serta memiliki kekuatan roh-roh.Sehingga roh-roh tersebut bersemayam di kayu-kayu besar, batu, sungai, gunung dan lain-lain.Paduan dari animisme dan dinamisme ini menempatkan roh nenek moyang yang dahulunya berkuasa, tetap mempunyai kuasa.

Mereka terus dipuja dan dimintai pertolongan.Selain melakukan ritual pemujaan tertentu masyarakat mewujudkannya didalam bentuk gambar dan patung roh nenek moyang yang disembah. Gambar atau patung tersebut diberi nama ‘hyang’ atau ‘dahyang’. Hyang atau dahyang tersebut menjadi perantara masyarakat dalam menyampaikan pemujaan dan permohonan.

Ketika proses berjalannya ritual, dibutuhkan orang yang dapat berkomunikasi dengan roh-roh pendahulu atau para leluhur. Karena itu, ritual memohon pertolongan dan perlindungan ini dipimpin oleh seorang medium atau perantara yang disebut sebagai ‘saman’ atau dukun.Maka dari ‘hyang’ dan  ‘saman’ ini adalah cikal bakal pertunjukkan wayang yang beredar di Bumi Nusantara.

RITUAL BAGI LELUHUR

Dengan metamorfosis wayang yang sedemikian rupa, kata hyang menjadi wayang, kata saman sebagai perantara jalannya ritual menjadi dalang.Serta prosesi jalannya pementasan wayang diadaptasi dari prosesi ritual itu sendiri.Sedangkan cerita perjalanan wayang berasal dari cerita pengalaman nenek moyang.

Bahasa yang digunakan dalam prosesi ritual tersebut pun memakai bahasa Jawa kuno atau bahasa kawi.Pemakaian bahasa ini terus berkembang, dari bahasa kawi menjadi bahasa Jawa baru dan bukan tidak mungkin jika kelak wayang menggunakan bahasa Indonesia.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa wayang telah ada beberapa ratus tahun yang lalu.Dimana wayang timbul pertama fungsinya sebagai upacara menyembah roh nenek moyang. Jadi fungsi wayang berbentuk sebuah upacara khusus yang dilakukan nenek moyang untuk mengenang arwah para leluhur.  Di masa periode animisme dan dinamisme, wayang belum mempunyai banyak peran diranah sosial Peran wayang pada periode tersebut hanya terbatas didalam ranah spiritual saja.

WAYANG PADA PERIODE PENYEBARAN AGAMA HINDU-BUDDHA

Pada masa kerajaan Majapahit, seni pertunjukkan kesenian umumnya berkaitan dengan fungsi-fungsi ritual yang mengacu pada nilai-nilai budaya agraris yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan Hindu-Buddha.Seni pertunjukkan yang berkaitan dengan fungsi-fungsi ritual keagamaan memiliki ciri-ciri khas. Pertunjukkan tersebut membutuhkan tempat pertunjukkan yang dipilih yang lazimnya dianggap sakral, bahkan tidak berhenti disakralnya tempat akan tetapi pilihan hari dan waktupun harus tepat.

Pemain pertunjukkan dianggap bersih atau suci secara spiritual.Selama pertunjukkan dibutuhkan bermacam-macam sesaji karena nilai tujuan spiritual lebih diutamakan daripada nilai estetis.Sehingga, pemain beserta semua anggota yang berhubungan dengan pertunjukkan harus menggunakan busana khusus.

Pertunjukkan Wayang diperiode Hindu-Buddha, merupakan ritual keagamaan yang disetiap pertunjukkan dikait-kaitkan dengan usaha-usaha spiritual yang disebut dengan meruwat.Karena pertunjukkan wayang yang dinilai sebagai pertunjukkan spiritual, maka para dalangpun diposisikan sebagai orang suci atau pendeta bahkan titisan dewa.

IDENTIK DENGAN “MERUWAT”

Maka ritual meruwat ini dipimpin oleh para dalang yang dianggap mampu untuk mengusir unsur kejahatan dari hal-hal yang ghaib.Wayang-wayang yang digunakan untuk meruwatpun berwujud gambar utuh dan menyerupai manusia.Sebagai mana yang tampak dibeberapa relief candi-candi.Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, wayang digambar diatas kain lalu diberi warna.Wayang ini dikenal dengan sebutan Wayang Beber Purwa.

Akan tetapi fungsi dari wayang pada periode Hindu-Buddha, tidak sebatas pada ritual peruwatan atau ranah spiritual saja.Karena, fungsi wayangpun berkembang dengan seiring berkembangnya peradaban.Didalam periode ini, wayang diikutsertakan didalam ranah politik kerajaan.Penontonnya pun terbatas hanya kalangan Istana.

Memasuki Era Milenial

Di era milenial saat ini yang mana semua hal serba berkaitan dengan elektronik tidak menutup kemungkinan, didalam mensyiarkan, mengenalkan Wayang beber kepada para generasi penerus anak bangsa harus dengan berbagai macam strategi dan metode, misalnya didalam mengenalkan wayang beber, bisa dikolaborasi dengan narasi musik, gerak tari, bisa juga dengan dikolaborasi metode seni lukis gerak cepat, peragaan melukis bersamaan dengan alur cerita, dan yg paling menonjol bisa dikenalkn dengan sarana media sosial, dan masih banyak lagi ide2 dan tata cara mengenal kan wayang beber, agar supaya tidak hilang dan tergerus oleh arus globalisasi.

Kalender bermotif Wayang Beber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Besar UPT Laboratorium Pelatihan dan Pengembangan Kesenian Jawa Timur Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1441.H, 2020

Penyemprotan Disinfektan Guna Pencegahan Virus Corona Covid -19 di Area UPT LPPK JATIM